Ketika Guru Tidak Lagi Peduli: Ancaman Nyata Krisis Disiplin Sekolah

Oleh Suhardin,S.Pd.,MM (Kepala SMP Negeri 10 Kota Bima)

Maraknya kasus orang tua yang melaporkan guru ke polisi karena hukuman disiplin, bahkan untuk pelanggaran ringan, telah menciptakan iklim ketakutan di kalangan pendidik. Ancaman hukum ini secara perlahan menggerogoti otoritas guru moral. Akibatnya, banyak guru memilih untuk tidak peduli terhadap perilaku negatif siswa, suatu sikap defensif yang justru menimbulkan konsekuensi buruk jangka panjang bagi siswa dan masa depan pendidikan.

Akibat Sikap Buruk Tidak Peduli Guru

Sikap apatis atau tidak peduli yang diambil guru sebagai mekanisme pemeliharaan diri memiliki dampak serius pada tiga pihak utama: siswa, iklim sekolah, dan profesionalisme guru itu sendiri.

A. Dampak pada Siswa (Kehilangan Kompas Moral)

  1. Normalisasi Perilaku Negatif: Ketika guru membiarkan kenakalan kecil (seperti menunda, mengganggu kelas, atau berkata kasar) tanpa konsekuensi, siswa akan menganggap perilaku tersebut normal dan dapat diterima. Ini menghilangkan batas antara yang benar dan salah.
  2. Kegagalan Pengembangan Karakter: Disiplin adalah proses pendidikan yang mengajarkan tanggung jawab dan konsekuensi. Tanpa intervensi disipliner yang konstruktif, siswa kehilangan kesempatan emas untuk mengembangkan kendali diri dan memahami batasan sosial. Mereka berisiko menjadi individu yang sulit diatur di masyarakat.
  3. Perasaan Tidak Diperhatikan: Ironisnya, ketidakpedulian guru sering kali diterima oleh siswa karena tidak adanya kasih sayang atau perhatian. Siswa, terutama yang bermasalah, sering mencari perhatian (walaupun negatif). Jika guru berhenti peduli, siswa merasa terlindungi dan mungkin meningkatkan perilaku negatifnya untuk mendapat respons, bahkan dari teman sebaya.

B. Dampak pada Iklim Sekolah (Lingkungan yang Tidak Aman)

  1. Terganggunya Proses Belajar Mengajar: Perilaku negatif yang dibiarkan akan mengganggu kenyamanan belajar siswa lain. Kelas menjadi bising dan guru harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengendalikan situasi, bukan mengajar.
  2. Kesenjangan Keadilan: Siswa yang patuh akan merasa dirugikan karena mereka harus menanggung ketidaknyamanan yang disebabkan oleh segelintir teman yang tidak disiplin dan tidak mendapatkan sanksi. Ini merusak rasa keadilan kolektif di sekolah.
  3. Intimidasi Meningkat: Ketika tidak ada lagi ketegasan dari figur otoritas, potensi perundungan (bullying) dan intimidasi antar siswa dapat meningkat karena siswa yang kuat merasa bebas tanpa hukuman.

C. Dampak pada Profesionalisme Guru

  1. Kehilangan Kepuasan Kerja: Tujuan seorang guru adalah mendidik. Ketika guru hanya fokus pada pengajaran materi dan menghindari interaksi mendalam tentang karakter, mereka akan kehilangan kepuasan intrinsik dalam mendidik seutuhnya. Hal ini memicu burnout (kelelahan emosional).
  2. Erosi Martabat Profesi: Sikap pasif atau tidak peduli mengirimkan sinyal kepada masyarakat bahwa profesi guru tidak memiliki kekuatan untuk membentuk karakter, yang pada akhirnya memperkuat martabat profesi secara keseluruhan.

? Sikap Guru yang merekomendasikan Diambil (Disiplin Konstruktif)

Untuk menghadapi dilema ini, guru harus beralih dari model “menghukum” ke model “mendisiplinkan dan membimbing” dengan menerapkan protokol yang aman dan terukur.

A. Utamakan Pendekatan Edukatif dan Non-Fisik

  1. Lakukan Intervensi Dini dan Pribadi: Segera atasi masalah saat masih kecil. Panggil siswa secara pribadi dan lakukan komunikasi restoratif; fokus pada dampak perilakunya terhadap orang lain dan mencari solusi bersama.
  2. Gunakan Hukuman Edukatif: Ganti hukuman fisik yang berisiko tinggi dengan sanksi yang bersifat mendidik, seperti: (a)  Tugas Tambahan/Esai: Meminta siswa menulis refleksi tentang pelanggaran mereka. (b)  Pelayanan Komunitas Sekolah: Membersihkan area tertentu di sekolah (tidak bersifat permanen, tetapi sebagai tanggung jawab sosial). (c)  Kontrak Perilaku: Membuat kesepakatan tertulis (kontrak) dengan siswa, disaksikan oleh guru BK dan orang tua, mengenai target perbaikan perilaku.

B. Kuatkan Prosedur dan Dokumentasi (Benteng Hukum)

  1. Dokumentasi Ketat: Setiap tindakan disiplin harus dicatat dan didokumentasikan dengan detail: kapan, di mana, pelanggaran apa, dan hukuman apa yang diberikan. Dokumentasi ini menjadi bukti kuat jika terjadi laporan hukum.
  2. Libatkan Saksi dan Tim: Jangan mengambil tindakan disiplin berat sendirian. Selalu libatkan Guru Bimbingan Konseling (BK), wali kelas, atau minimal satu guru lain sebagai Saksi.
  3. Komunikasi Formal ke Orang Tua: Segala bentuk intervensi disiplin, terutama yang berulang, harus dikomunikasikan secara tertulis dan formal kepada orang tua. Sekolah harus memastikan bahwa orang tua menerima peraturan dan konsekuensi yang berlaku.

C. Peran Sekolah sebagai Lembaga Pelindung

  1. Peraturan yang Jelas: Sekolah harus merevisi dan menegaskan aturan disiplin yang jelas dan berorientasi pada pelatihan.
  2. Institusi Pendukung: Kepala sekolah dan yayasan harus secara tegas mendukung dan membela guru yang bertindak sesuai prosedur sekolah. Ini memberikan rasa aman kepada guru bahwa mereka tidak berjuang sendiri.

Dengan mengadopsi disiplin yang konstruktif dan prosedur yang ketat, guru dapat mempertahankan integritas profesional mereka sebagai karakter pendidik tanpa harus hidup dalam ketakutan dan aman hukum yang tidak berdasar.